Cilincing, Jakarta Utara, 09 April 2010
Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia
Kasihan nasib Pak Surip, uang hasil sehari narik angkot dinyatakan tidak laku, karena uang Rp 50.000 itu telah tersobek-sobek oleh anaknya yang masih balita.
Meskipun telah disusun rapi, serpihan uang milik Pak Surip tetap ditolak oleh Bank Indonesia. Alasannya karena telah terpotong lebih dari dua serpihan bilyet. Pak Surip pun jadi lemas, sebab tak ada lagi uang untuk belanja kebutuhan sembako pada hari itu. "Itu hasil jerih payah saya seharian pak. Tolong diusahakan untuk ditukar, buat belanja di rumah." Ujar Pak Surip menegosiasi, memohon kepada petugas BI di unit Penukaran Uang Rusak - Jakarta. Namun apapun alasan Pak Surip, peraturan harus ditegakkan, kata petugas tersebut.
Itulah hakikat dari uang kertas, dengan mudahnya menjadi tidak berharga hanya karena peraturan sepihak. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di seluruh bank sentral di dunia. Padahal insiden ini bisa terjadi kapan saja. Uang kertas yang lupa dan terselip di saku baju atau celana, bisa saja menjadi rusak karena tergilas oleh mesin cuci. Dan orang yang memegang uang tersebut harus rela kehilangan hasil jerih payahnya yang dibayar berupa carik kertas bergambar, tanpa ada pembelaan atas haknya!
Lain halnya dengan dinar dan dirham. Meskipun koin-koin ini menjadi hancur berkeping-keping, toh bahan emas peraknya tetap masih berharga dan mudah dijual. Yang hilang adalah ongkos cetak dan distribusinya saja.
Di negeri ini, dua ratus juta orang menggantungkan nasib atas jerih payah mereka kepada uang kertas yang sungguh rapuh. Rapuh karena terbuat dari bahan yang tak berharga dan mudah terkoyak. Dan rapuh karena tidak di back up dengan emas. Sehingga jadilah rupiah selalu berfluktuasi setiap saat dalam hitungan menit sesuai selera para pedagang valuta asing. Masih percayakah anda dengan sistem keuangan yang rapuh ini? Ayo kita ke wakala menukar uang kertas menjadi dinar dirham [sf]
http://www.wakalanusantara.com/detilurl/BI.Menolak.Uang.Rusak./276
Tidak ada komentar:
Posting Komentar